SI CERDIK
“MUHAJJIR”
(Oleh : Ahmad Doni Meidianto)
Zaman dahulu, ada seorang santri kecil yang sangat cerdik. Namanya Ahmad Muhajjir. Ia terkenal sampai ke kalangan “atas” karena kecerdikannya dalam memecahkan suatu masalah. Hingga suatu hari seorang tokoh masyarakat bernama Sholihin yang mendengar tentang kecerdikannya itu, ingin mengujinya dengan memberikan sebuah soal yang sulit.
“Harimau dalam lukisan ini selalu keluar ketika malam hari dan membuat semua orang takut. Nah, saudara Muhajjir. Tolong ikat harimau ini biar ia tidak keluar lagi dari lukisan,” tanya Pak Sholihin sambil menunjuk sebuah lukisan berukuran besar yang berada di sampingnya.
Muhajjir yang sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan itu, lantas mengambil sejumlah tali yang akan digunakannya untuk mengikat harimau tersebut.
“Kalau begitu, kita tunggu sampai hari gelap. Dan ketika harimau ini keluar dari lukisan ini, akan saya tangkap,” jawab Muhajjir dengan bersemangat.
Pak Sholihin yang hanya meguji kecerdikan Muhajjir lantas memberikan penghargaan kepadanya berupa sanjungan.
“Kamu memang sangat cerdik,” puji Pak Sholihin sambil tersenyum.
Walaupun Muhajjir begitu disanjung oleh banyak kalangan, tidak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar ilmu agama. Ia memang rajin membaca buku-buku yang berkaitan dengan hal itu dan mempraktekkan apa yang telah dipelajarinya.
***
“Muhajjir!” seru seorang paman memanggilnya dari kejauhan sambil berlari ke arahnya.
“Ada apa?” tanya Muhajjir dengan nada lembut.
“A…anak saya diculik oleh penculik. Penculiknya menuntut tebusan uang yang akan ditukarkan dengan putriku. Kata mereka tempatnya dapat kau tentukan sendiri,” terang sang paman kepada Muhajjir dengan suara memelas.
“Mereka menyuruhku mengutus anak yang tidak membahayakan untuk membawa uang tebusannya. Oleh karena itu aku mohon, selamatkan putriku,” sambung paman itu sambil meneteskan air mata.
“Aku mengerti,” jawab Muhajjir singkat.
Mungkin yang terlintas di pikiran Muhajjir saat itu adalah cara teraman untuk menyelamatkan sang anak tanpa menyerahkan uang tebusan sedikitpun. Sejak saat itu, Muhajjir mulai menyusun rencana yang sangat sulit untuk disadari oleh penculik itu.
Ia memilih peternakan sapi sebagai tempat pertukaran. Karena menurutnya, rencana yang telah ia buat akan berhasil bila dibantu oleh sekawanan sapi.
***
Malam itu, Muhajjir telah menunggu penculik tersebut di bawah sebuah pohon rimbun yang berada persis di tengah-tengah peternakan itu. Muhajjir berencana, ketika sang penculik tiba dan membawa si anak ketempat pertukaran, ayah dari anak yang diculik itu akan memberi isyarat kepada sekawanan sapi yang telah siap untuk berlari melintasi tempat pertukaran itu. Si penculik diharapkan terpaku pada segerombol sapi tersebut dan sejenak melupakan tentang tawanan yang dibawanya. Saat itulah ayah dari anak tersebut akan merebut anaknya dan pergi bersama Muhajjir meninggalkan tempat itu. Tentunya dengan suara lonceng sebagai isyarat kepada sapi-sapi tersebut.
Tak lama kemudian, datanglah seorang lelaki membawa karung berukuran besar di pundaknya. Ternyata isi karung tersebut adalah anak yang diculik.
“Maaf sudah lama menunggu,” sapa penculik itu berlagak bersahabat.
Penculik itu langsung mengancam Muhajjir untuk tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan, karena ia akan langsung membunuh sang anak apabila ia melakukan sedikitpun gerak-gerik mencurigakan.
“Kalau kau coba-coba berbuat hal yang mencurigakan, aku akan langsung membunuh anak ini!” gertak si penculik sambil mengacungkan sebuah pisau yang panjangnya relatif pendek.
Ayah dari sang anak itu pun lantas memberi isyarat kepada sapi-sapi tersebut untuk berlari menerjang si penculik.
Teng-teng-teng!
Terdengar suara lonceng dari arah kejauhan mengisyaratkan kepada Muhajjir bahwa rencananya telah dimulai. Namun di luar dugaan, penculik itu lantas mengarahkan pisaunya ke leher Muhajjir dan mengancam akan membunuhnya.
“Apa yang kau lakukan?! Lekas beritahu aku!” bentak penculik itu dengan nada mengancam.
Muhajjir berpikir sejenak, siasat apa yang akan digunakannya demi mengecoh penculik ini. Ia memutar otak dengan cepat guna menyelamatkan sang anak yang berada di dalam karung. Akhirnya, terpikirlah satu-satunya ide yang menurutnya dapat menipu sang penculik.
“Sapi-sapi itu mengira isi karung yang kau bawa itu adalah rumput sebagai pakan kesukaan mereka. Tentu mereka akan terus mengejarmu sampai keinginan sapi-sapi itu terpenuhi,”jawab Muhajjir singkat sambil tetap berhati-hati dalam mengeluarkan jawaban agar si penculik tidak merasa curiga dengan siasatnya kali ini.
Penculik itu lantas segera berlari tanpa mengomentari sedikitpun jawaban Muhajjir sambil tetap membawa karung berisikan sang anak. Namun karena karung itu terlalu berat untuk ia bawa, sementara sapi-sapi terus mengejar dari belakang, penculik itu pun meninggalkan karung tersebut di tengah pelariannya menyelamatkan diri dari sekawanan sapi.
Akhirnya, Muhajjir dapat menyelamatkan sang anak tanpa menyerahkan uang tebusan sepeser pun. Berkat kecerdikannya dalam berpikir saat situasi mendesak, ia berhasil mengecoh penculik tersebut.
“Kau berhasil menolong putriku. Akan paman sebarkan berita ini ke seluruh penjuru negeri, bahwa Muhajjir adalah seorang anak yang cerdik dan berhati baik.
Sejak saat itu, nama Muhajjir semakin terukir kokoh sebagai seorang anak yang cerdas dan menguasai ilmu agama, dan tentunya menjadi panutan anak-anak disekitarnya dalam menuntut ilmu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar