“Wah, bentar lagi tanggal 18 Desember nih. Kita mesti siap-siap.” kata Penghapus sehabis membaca surat kabar yang ditemukannya di bawah meja mereka. Surat kabar itu tertanggal 8 Desember, dan di dalamnya terdapat sebuah kalender hitung mundur Tahun baru Umat Islam. “Berarti sebentar lagi dong.” Pikirnya dalam hati.
“Apanya yang sebentar lagi?” tanya Pensil yang dari tadi sibuk membetulkan “rambut”-nya.
“Itu lho, Tahun Baru Umat Islam, 1431 Hijriah. Kamu tau kan?” tanya Penghapus saat ia telah duduk diatas tempat duduk kesayangannya.
“Tau sih. Tapi aku masih bingung apa sih maknanya bagi umat Islam?” balas Pensil setelah selesai berdandan.
“Mmm, kalo itu aku juga gak tau. Gimana kalo kita Tanya sama Pena? Dia pasti tau tuh.” ajak Penghapus.
Belum sempat mereka mencari, Pena sudah tiba di hadapan mereka sambil menenteng buku kecil kesayangannya.
“Ada apa nih nyariin?” tanya Pena seolah tidak tau alasan Pensil dan Penghapus mencari dirinya. Padahal, ia mendengar percakapan singkat mereka tadi.
“Begini, sebentar lagi kan Tahun Baru Islam. Nah, si Pensil mau nanya sesuatu.” terang Penghapus menceritakan maksud dan tujuan mereka mencari Pena.
“Memangnya kamu mau nanya apa?” tanya Pena sesaat sebelum mereka semua duduk lesehan di atas meja.
“Tadi kan si Penghapus bilang kita mesti siap-siap karena bentar lagi Tahun Baru Islam. Yang mau Pensil tanyain, apa sih makna Tahun Baru Islam bagi penganut agama Allah ini?” balas Pensil menyampaikan pertanyaannya.
“Telah menjadi kebiasaan di tengah-tengah kaum muslimin memperingati Tahun Baru Islam. Sehingga tanggal 1 Muharram termasuk salah satu Hari Besar Islam yang diperingati secara rutin oleh kaum muslimin. Di zaman sekarang, biasanya Tahun Baru Islam dirayakan dengan berbagai acara yang berbeda tiap daerah. Ada yang membuat acara pengajian yang diselingi dengan nyanyian qosidahan, ada yang berkumpul di tempat yang sepi nan sunyi untuk merenungi terhadap amal-amal perbuatan yang telah ia lakukan selama satu tahun, ada di antara kaum muslimin yang berkumpul di masjid jami’ mengadakan acara muhasabah. Prosesi acara tersebut dimulai dari seusai shalat ’Isya dengan diadakan siraman rohani kemudian para peserta tidur, pada sepertiga malam mereka bangun guna melaksanakan shalat malam. Setelah itu, seorang pemandu memberikan wejangan dan petuah hingga sebagian besar para peserta menangis.” Terang Pena menjelaskan.
“Terus, apa hukumnya merayakan hari Tahun Baru Islam?” tanya balik Penghapus.
“Hukum merayakan Tahun Baru Islam adalah tidak boleh. Karena perbuatan tersebut tidak ada dasarnnya dalam Islam, dan perbuatan itu menyerupai kebiasaan kaum kafir.” Lanjut Pena.
“Kalau begitu, apa tindakan kita sebagai umat Muslim guna menyikapi datangnya Tahun Baru Islam?” Pensil semakin penasaran.
“Tindakan yang mesti kita lakukan sebaiknya kita mengintrospeksi dengan apa yang telah kita perbuat. Pertahankan apa yang baik, dan segera tinggalkan apa saja yang bersifat jelek. Dan tidak perlu merayakannya berlebihan, karena beresiko melanggar larangan Allah. ” Pena mengakhiri penjelasannya.
“Oh, kalau begitu, kita tidak mesti siap-siap. Hanya siapkan hati dan jiwa untuk menyongsong tahun depan yang lebih baik. Amin.” tutup Pensil sambil mengangguk-ngangguk tanda mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar