Apa kabar nih?? Wah, semoga sehat selalu. Baiklah, pada liputan kali ini kita akan menuju ke satu-satunya taman wisata alam favorit dan strategis di Kota Palembang. Apa ya kira-kira?? Yupz, bener banget! Apa lagi kalo bukan Taman Wisata Alam Punti Kayu, salah satu taman wisata yang menyuguhkan beraneka pohon khas tropis dan beragam jenis margasatwa.
Tapi, kok sekarang Punti Kayu sering terlihat sepi oleh pengunjung lokal?
Apa ya kira-kira alasan yang membuat masyarakat lokal seolah enggan datang
berkunjung ke Punti Kayu? dan bagaimana tanggapan pemerintah tentang fenomena
ini? Sedikit banyak semuanya akan kita bahas pada liputan kali ini.
“Saya sih jarang ke Punti Kayu. Karena menurut saya
fasilitasnya kurang menarik dan tidak banyak berubah dari waktu ke waktu,” ujar
Ridhani, siswi SMA Muhammadiyah 1 Palembang. Wah, apa ya tanggapan dari pihak
Punti Kayu akan hal ini? “Kami bukannya tidak mau mempercantik Punti Kayu, namun
karena sifat dari Punti Kayu ini adalah daerah konservasi, kita tidak bisa
sembarangan menambah fasilitas. Karena apabila hal ini dilakukan, akan merubah
konsep dan prinsip dasar dari Punti Kayu itu sendiri,” tutur Anthony, ketua
humas Punti Kayu.
Sejak tahun 1930, Punti Kayu ditetapkan oleh Belanda sebagai
daerah untuk beristirahat dan bersantai bagi masyarakat sekitar. Dan sejak saat
itu, konsep dan prinsip dasar dari Punti Kayu sebagai Taman Wisata Alam tetap
bertahan dari waktu ke waktu dan tidak banyak mengalami perubahan. Pengelola
Punti Kayu, yaitu Balai KSDA Sumatera Selatan, ingin tetap menjaga keaslian
yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat sejak zaman
perjuangan.
Hal ini senada
dengan apa yang diutarakan oleh Kepala Badan BLH Provinsi Sumatra Selatan, Drs.
H. A. Najib, S.H., M. Hum. “Punti Kayu ialah salah satu kawasan yang harus
dilestarikan, karena hutan wisata ini masih alami, dan oleh karena itu, tidak
banyak dilakukan perubahan-perubahan yang signifikan,” tuturnya saat ditemui
beberapa waktu lalu.
Melihat jawaban
dari kedua pihak di atas, tergambar jelas alasan mengapa Punti Kayu terkesan
jalan di tempat. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan fungsi dan peran Punti
Kayu secara maksimal, yaitu sebagai Taman Wisata Alam, bukan kebun binatang
ataupun taman ria. Punti Kayu juga ikut berperan dalam melestarikan lingkungan
Kota Palembang, yaitu sebagai salah satu Green Zone dan daerah serapan
karbon dioksida yang tinggi. Hal ini turut mengurangi emisi gas karbon dioksida
yang telah beredar banyak di masyarakat. Wah, bagus dong!!
Oleh karena itu, marilah kita sebagai masyarakat lokal
ikut menjaga dan melestarikan Punti
Kayu. Jangan beranggapan bahwa pemerintah tidak bertindak atau tidak melakukan
pembenahan terhadap Punti Kayu. Hal itu dilakukan setelah melihat dan menilai
beberapa aspek penting dalam pembagian klasifikasi kawasan di tiap daerah. Seperti judul tulisan di atas, “Kalau bukan
kita, siapa lagi?”. Kalau ada masyarakat lokal yang bisa melestarikan,
kenapa hanya masyarakat interlokal yang mengelu-elukannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar