Kamis, 30 September 2010

Mahalnya Aset Kejujuran

          Upacara pengibaran bendera adalah salah satu hal yang lumrah dilakukan di tiap sekolah di Indonesia, tak terkecuali sekolah saya. Namun pada upacara hari itu, ada satu persoalan yang mengusik batin saya, yang kemudian telah saya tuliskan menjadi bacaan yang saat ini sedang Anda baca. Yang mengusik logika saya adalah isi dari amanat pembina upacara, yang pada waktu itu disampaikan oleh guru Matematika SMA Negeri 17 Palembang, Pak Udni, S.Pd. Beliau mengangkat topik tentang fenomena kejujuran yang merajalela di negeri tercinta.
          Pagi itu, beliau mengawali amanat dengan mengajak peserta upacara untuk mengingat kembali pelaksanaan Ujian Nasional tahun kemarin. Beliau berkata, "Betapa mahalnya kejujuran di Indonesia saat ini. Coba kita ingat dan renungkan kembali. Pelaksanaan Ujian Nasional tiap tahunnya menyerap perhatian yang tidak sedikit dari pemerintah maupun pihak keamanan. Pemerintah menginginkan semua peserta ujian berlaku jujur dalam menjawab soal, sehingga kelak akan mampu bersaing di zaman globalisasi".
          "Untuk menindaklanjuti persoalan kejujuran peserta ujian, pemerintah mengutus pihak keamanan (dalam hal ini dari kepolisian) untuk mengawas pelaksanaan Ujian Nasional di tiap sekolah di Indonesia, yang jumlah sekolahnya berjumlah jutaan dan tersebar dari Sabang sampai Merauke," sambung beliau menyeret kami ke dalam inti yang akan dijelaskannya.
          Beliau menarik nafas sejenak, sembari memandang peserta upacara dengan seksama.
          "Nah, sebagai guru Matematika, kita tentu sudah belajar konsep logika. Dalam logika, kita dihadapkan dengan hitung-hitungan yang berdasarkan dengan realita yang terjadi. Dalam hal ini mari kita terjun ke alam pikiran kita. Jika dalam satu pelaksanaan Ujian Nasional terdapat 100 ribu sekolah yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, dan dalam tiap sekolah ditugaskan seorang anggota keamanan oleh pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan ujian tersebut, berarti ada 100 ribu angggota keamanan yang berjaga di tiap sekolah".
          "Kemudian bila tiap orang anggota keamanan diberikan uang transpor dan uang makan sebesar Rp. 100.000,- saja, berarti ada Rp. 10.000.000.000,- (10M!) yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk "upah" mengawasi kejujuran dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Bayangkan, 10 Milliar! Saya yakin kalau dana sebanyak ini dialihkan untuk pemerataan desa-desa, tentu perkembangan dan kemajuan Indonesia akan semakin cepat" jelas beliau menggebu-gebu.
          "Sebenarnya dana sebesar ini tidak perlu dikeluarkan bila semua warga Indonesia berlaku jujur. Inilah salah satu contoh nyata yang menunjukkan betapa mahalnya aset kejujuran bangsa ini". 
          "Oleh karena itu, marilah kita sebagai warga yang cinta terhadap bangsa dan peduli terhadap kemajuan negara, berlakulah jujur! Sekarang sudah banyak orang yang pintar! Namun sangat sulit untuk menemukan orang yang jujur. Percaya tidak percaya, inilah realita yang terjadi!"
          Itulah kira-kira kalimat yang diucapkan beliau. Kita dapat mengambil makna dan pesan yang tersimpan dalam amanat beliau. Bahwa harga dari aset kejujuran yang berada di dalam diri masyarakat kini sudah sangat-sangat mahal. Setuju?