Sabtu, 10 Juli 2010

Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi??




Apa kabar nih?? Wah, semoga sehat selalu. Baiklah, pada liputan kali ini kita akan menuju ke satu-satunya taman wisata alam favorit dan strategis di Kota Palembang. Apa ya kira-kira?? Yupz, bener banget! Apa lagi kalo bukan Taman Wisata Alam Punti Kayu, salah satu taman wisata yang menyuguhkan beraneka pohon khas tropis dan beragam jenis margasatwa.
Tapi, kok sekarang Punti Kayu  sering terlihat sepi oleh pengunjung lokal? Apa ya kira-kira alasan yang membuat masyarakat lokal seolah enggan datang berkunjung ke Punti Kayu? dan bagaimana tanggapan pemerintah tentang fenomena ini? Sedikit banyak semuanya akan kita bahas pada liputan kali ini.
“Saya sih jarang ke Punti Kayu. Karena menurut saya fasilitasnya kurang menarik dan tidak banyak berubah dari waktu ke waktu,” ujar Ridhani, siswi SMA Muhammadiyah 1 Palembang. Wah, apa ya tanggapan dari pihak Punti Kayu akan hal ini? “Kami bukannya tidak mau mempercantik Punti Kayu, namun karena sifat dari Punti Kayu ini adalah daerah konservasi, kita tidak bisa sembarangan menambah fasilitas. Karena apabila hal ini dilakukan, akan merubah konsep dan prinsip dasar dari Punti Kayu itu sendiri,” tutur Anthony, ketua humas Punti Kayu.    
Sejak tahun 1930, Punti Kayu ditetapkan oleh Belanda sebagai daerah untuk beristirahat dan bersantai bagi masyarakat sekitar. Dan sejak saat itu, konsep dan prinsip dasar dari Punti Kayu sebagai Taman Wisata Alam tetap bertahan dari waktu ke waktu dan tidak banyak mengalami perubahan. Pengelola Punti Kayu, yaitu Balai KSDA Sumatera Selatan, ingin tetap menjaga keaslian yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat sejak zaman perjuangan.
 Hal ini senada dengan apa yang diutarakan oleh Kepala Badan BLH Provinsi Sumatra Selatan, Drs. H. A. Najib, S.H., M. Hum. “Punti Kayu ialah salah satu kawasan yang harus dilestarikan, karena hutan wisata ini masih alami, dan oleh karena itu, tidak banyak dilakukan perubahan-perubahan yang signifikan,” tuturnya saat ditemui beberapa waktu lalu.
Melihat jawaban dari kedua pihak di atas, tergambar jelas alasan mengapa Punti Kayu terkesan jalan di tempat. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan fungsi dan peran Punti Kayu secara maksimal, yaitu sebagai Taman Wisata Alam, bukan kebun binatang ataupun taman ria. Punti Kayu juga ikut berperan dalam melestarikan lingkungan Kota Palembang, yaitu sebagai salah satu Green Zone dan daerah serapan karbon dioksida yang tinggi. Hal ini turut mengurangi emisi gas karbon dioksida yang telah beredar banyak di masyarakat. Wah, bagus dong!!
           Oleh karena itu, marilah kita sebagai masyarakat lokal ikut  menjaga dan melestarikan Punti Kayu. Jangan beranggapan bahwa pemerintah tidak bertindak atau tidak melakukan pembenahan terhadap Punti Kayu. Hal itu dilakukan setelah melihat dan menilai beberapa aspek penting dalam pembagian klasifikasi kawasan di tiap daerah.  Seperti judul tulisan di atas, “Kalau bukan kita, siapa lagi?”. Kalau ada masyarakat lokal yang bisa melestarikan, kenapa hanya masyarakat interlokal yang mengelu-elukannya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar